Jumat, 07 Agustus 2015
Surat Kearifan Gus Mus
Rois Am NU : Bukan Sebuah Jabatan Yang Hebat Layaknya Gangster - Dalam tubuh NU banyak orang alim yang memang ulama, mereka mengetahui dan juga mengamalkannya. Gelar, Jabatan, Sebutan, Kehormatan, bagi para kiai NU bukan sesuatu yang wah atau istimewa atau hebat sehingga perlu diperebutkan, memang dalam NU terdapat massa, suara, dan perkumpulan dengan komunitas jutaan manusia. Namun  dalam pandangan Kiai NU bukan masalah massa, suara, komunitas, atau lainnya, dalam pandangan mereka adalah pertanggung jawaban kelak, dan rasa malu serta tahu diri.

Pertanggung jawaban yang maha dahsyat ketika seseorang telah memandang diri merekapun penuh noda, penuh dosa, yang selalu mengharapkan syafaat Nabi Agung Sayyidina Muhammad kelak, merasa terus meronta meminta ampunan terhadap dosa diri sendiri yang begitu besar, bagaimana mungkin mereka masih mau memperebutkan sebutan nama gelar panggilan tersebut. 

Dalam tubuh Nahdlatul ‘Ulama, kepemimpinan tertinggi diduduki oleh seorang Rois Am. Namun, jangan disangka jabatan ini sebagai jabatan prestisius yang akan diperebutkan oleh orang yang mendudukinya. Fakta sejarah telah berbicara, posisi Rois Am diterima tidak dengan riang gembira, melainkan dengan kesedihan dan deraian air mata.

Tercatat, Syaikhona Mbah Bisyri Syansuri RA, selaku Rois Am wafat pada tahun 1980 padahal amanah yang beliau emban belumlah selesai masanya. Maka digelarlah Munas Alim-Ulama 1981 di Kaliurang, Jogja. Dan hasilnya: tidak ada seorang Kyai-pun berani menggantikan beliau sebagai Rais Am.

Adalah Kyai As’ad Syamsul Arifin Situbondo yang pertama dipandang paling layak untuk menduduki posisi Rois Am selanjutnya. Namun, beliau menolak sejadi-jadinya. Bahkan beliau sangat tegas menyatakan penolakannya. Kalimat terkenal yang beliau ucapkan ’’Walaupun Malaikat Jibril turun sendiri dan menyuruh saya jadi Rais Am, saya tidak akan mau!’’

Maka, para Kyai saat itu segera mengalihkan perhatiannya kepada sosok tokoh mumpuni yang luar biasa yaitu, Kyai Mahrus Ali Lirboyo Kediri. Bukan persetujuan yang didapat melainkan penolakan yang lebih keras lagi dari beliau. ’’Jangankan Malaikat Jibril, Malaikat Izrail sekalipun yang turun menodong saya jadi Rais Am, saya tidak akan mau!’’

Kebingungan melanda para Kyai, hingga akhirnya diputuskan secara aklamasi untuk mengangkat Kyai Ali Ma’shum Krapyak Jogja yang waktu itu tidak hadir dalam pertemuan ini sehingga tidak bisa menolak.

Lalu para Kyai mengutus Gus Mus Rembang (KH Musthofa Bisri) ke Krapyak untuk menyampaikan kesepakatan itu dan membujuk gurunya agar bersedia menerima. Penolakan juga dilakukan oleh Kyai Ali Ma’shum. Bahkan beliau tidak mau keluar kamar dan menangis seharian. Dengan sabar, Gus Mus membujuk hingga akhirnya, Syaikhona Mbah Kyai Ali Ma’shum dengan deraian air mata menyatakan kesanggupannya. “ Rois Am bukanlah jabatan yang saya kehendaki. Namun, jika saya lari dari tanggungjawab ini, saya khawatir jika mendapat dosa besar”.

Kisah amazing ini, kini terulang dengan situasi yang berbeda. Saat Syaikhona Mbah Maimun Zubair menolak amanah sebagai Rois Am atas putusan Ahlul Halli Wal Aqdi, beliau meminta agar Syaikhona Mbah Mustofa Bisri untuk menjadi Rois Am. Dan ternyata, beliau dengan sangat santun menolak amanah ini.
Teladan yang luar biasa... sungguh luar biasa... 

Ini surat Kearifan Gus Mus

Bismillahirrahmanirrahim.

hadaratil afadil sadati al-masyayikh ahl al-hall wa al-àqd al-aìzza, hafizakumullah taàla.

assalamualaykum warahmatullah wa barakatuh.

waba`du

seperti kita ketahui, muktamar kita sekarang ini diwarnai oleh sedikit kisruh yang bersumber dari adanya dua kelompok yang masing-masing menginginkan jagonyalah yang menjadi Rois `Am. satu berusaha mempengaruhi mu'tamirin untuk memilih A, satunya lagi B dan sistem "ahlul hall wal aqdi" pun dianggap sebagai alat oleh salah satu kelompok tersebut.

oleh karena itu, demi kemaslahatan jamíyah dan sekaligus mengayomi kedua belah pihak yang bersaing tersebut, sebaiknya ahlul halli wal aqdi tidak memilih dua nama yang dijagokan kedua belah pihak tersebut, A maupun B.

jabatan Rois Am biarlah diserahkan kepada salah satu dari ahlul halli wal aqdi yang paling mendekati kriteria (afqahuhum wa akbaruhum).

sedangkan untuk ketua umum tanfiziyah biarlah Rois Am terpilih merestui semua calon, agar mu'tamirin bisa bergembira memilih pilihannya sendiri-sendiri.
terimakasih dan mohon maaf.

disamping apa yang sudah saya haturkan diatas, apabila masih ada diantara para masyayeh ahlul hall wal aqdi yang memilih al-faqir, dengan ini saya tekankan bahwa saya tidak sanggup dan tidak bersedia untuk menduduki jabatan Rois `Am itu.

jombang, 5 agustus 2015

al-faqir khodimukum wa tilmidukum

0 komentar: