Perahu Sandeq Mandar | Perahu Tanpa Mesin Tercepat Di Dunia - Sandeq adalah Mandar, karena sandeq lahir dari suku Mandar. Sebelumnya, perahu mereka bernama Pakur, yakni jenis perahu bercadik masih kasar bentuknya dan lebih lebar. Pakur kemudian berevolusi, menjadi sandeq. Pertimbangannya untuk kecepatan. Itulah sebabnya, bentuk ideal Sandeq adalah seperti jantung pisang jika dilihat dari muka. Dan soal kecepatan, konon sandeq adalah perahu tercepat sedunia.
Perahu Sandeq juga adalah sebuah ikon kehebatan maritim masyarakat Mandar, kehebatan para pelaut ulung Mandar dibuktikan melalui pelayaran yang menggunakan perahu bercadik ini. Dalam keseharian perahu Sandeq digunakan untuk mencari nafkah di laut yang terdalam sekalipun. Tercatat dalam sejarah perahu Sandeq telah terbukti sanggup berlayar hingga ke Singapura, Malaysia, Jepang dan Madagaskar, Australia, Amerika.
Sandeq, perahu tradisional Mandar merupakan warisan leluhur sebagai sarana para nelayan untuk mencari ikan di laut sebagai mata pencaharian, sebagai sarana transportasi para pedagang pada masa silam mengarungi lautan untuk menjual hasil bumi.
Sandeq yang menjadi kebanggaan masyarakat Mandar, selain ia memiliki bentuk yang elok nan cantik dengan panjang kurang lebih 9 – 16 meter dengan lebar 0,5 – 1 meter, dikiri-kanannya dipasang cadik dari bambu sebagai penyeimbang ,mengandalkan dorongan angin yang ditangkap layar berbentuk segitiga , mampu dipacu hingga kecepatan 15 – 20 Knot atau 30 – 40 Km perjam. Sehingga sebagai perahu layar yang tercantik dan tercepat juga mampu menerjang ombak yang besar sekalipun.
Sandeq juga sanggup bertahan menghadapi angin dan gelombang saat mengejar kawanan ikan tuna. Saat musim ikan terbang bertelur, nelayan menggunakan sandeq untuk memasang perangkap telur dari rangkaian daun kelapa dan rumput laut, atau berburu rempah-rempah hingga Ternate dan Tidore untuk dibawa ke bandar Makassar.
Dahulu , dilombakan Saat libur melaut karena kendala cuaca, nelayan Mandar biasa mengisi waktu dengan menggelar lomba sandeq. Lomba hanya mengadu kemampuan manuver. Setiap sandeq harus memutari area yang dibatasi tiga titik. Lomba ini membutuhkan kejelian membaca angin dan menentukan teknik manuver. Di sini nelayan diuji kepiawaian sebagai passandeq.
Kini hanya difungsikan untuk lomba perahu yang belakangan populer dengan “Sandeq race” sebagai agenda tahunan menjelang HUT Proklamasi
Beberapa even perlombaan pun kerap digelar untuk membuktikan ketangguhan perahu ini (Horst H Liebner, peneliti sandeq asal Jerman, menilai, tidak ada perahu tradisional yang sekuat dan secepat sandeq yang menjadi perahu tradisional tercepat di Austronesia)
Lomba sandeq masih bisa disaksikan hingga saat ini dalam Sandeq Race, seperti digelar pertengahan Agustus lalu dengan mengambil rute Mamuju di Sulawesi Barat ke Makassar di Sulawesi Selatan dengan jarak tempuh 300 mil laut.
Ribuan orang tumpah ke pantai untuk menyaksikan sandeq dari desanya bertanding dalam pesta tahunan nelayan Mandar yang kini sudah menjadi agenda tahunan itu. Konon Lomba ini dimulai sejak tahun 1960-an.
Sandeq memiliki potensi yang besar untuk dijadikan wisata budaya, karena perahu ini sangat unik, baik dari segi penampilan hingga filosofi pembuatannya yang dibuat tidak sembarangan. Memerlukan penentuan hari baik dan kayu tertentu, bahkan arah pembuatannya juga memerlukan perhitungan tertentu.
Kendala yang dihadapi oleh potensi wisata ini sehingga masih belum bisa menjadi objek wisata yang disenangi dan dikenal orang banyak, pertama karena kurangnya promosi akan lopi sandeq sendiri.
Kedua, lopi sandeq sendiri sudah jarang terlihat di pesisir pantai Sulawesi Barat, terlihat hanya pada waktu-waktu tertentu, yaitu dalam menyambut hari Proklamasi, sehingga hanya sedikit yang berkesempatan untuk mengenal perahu ini.
Ketiga, kurangnya fasilitas sarana dan prasarana yang menunjang dan melayani para pengunjung ketika mereka datang untuk menyaksikan perahu ini beraksi, yang akibatnya membuat pengunjung lelah dan bosan serta merasa tidak tertarik untuk datang kembali di tahun berikutnya.
Pertama melakukan promosi besar-besaran dan menjadikan sandeq sebagai icon kota Polewali Mandar, seperti yang dilakukan masyarakat Makassar yang menjadikan Pinisi(perahu tradisional masyarakat bugis) sebagai icon kota mereka, mendirikan miniatur pinisi di berbagai lokasi (salah satunya di bandara Sultan Hasanuddin). Polewali Mandar juga harus melakukan promosi yang lebih untuk memperkenalkan Sandeq keluar.
Kedua, membuatkan jadwal yang lebih teratur untuk sandeq race mini (perlombaan sandeq berskala kecil) yang dimana dikhususkan untuk mencari pengunjung. Jadi, membuat satu lokasi pantai sebagai tempat penyelenggaraan sandeq race, yang dimana jika ingin masuk pengunjung harus membeli tiket, dan penyelenggaraannya dilakukan rutin perminggu/perbulan.
Ketiga, pertandingan yang diatur dengan teratur ini menyajikan pengalaman yang menyenangkan karena dapat menyaksikan sandeq bukan hanya pada waktu menjelang hari Proklamasi saja, karena semuanya harus diatur dengan tidak semata-mata hanya menampilkan pertandingan sandeq, lokasinya harus diatur untuk menyajikan sesuatu yang berkesan untuk pengunjung, seperti pengadaan souvenir-souvenir khas Mandar, lalu membuka stand-stand lainnya yang menarik. Jadi, selain menonton pertandingan para pengunjung bisa menikamati hal lainnya, seperti sekedar berlibur bersama keluarga dan teman, menikmati pemandangan laut, atau jika yang ingin membeli souvenir khas mandar. Berlibur sambil menyaksikan kapal tradisional tercantik di daratan sulawesi berlaga di laut, tidak akan ada yang mau menolaknya.
Sandeq, perahu tradisional suku Mandar dengan bentuk runcingnya yang khas, merupakan salah satu ikon pariwisata maritim kebanggaan masyarakat Sulawesi Barat. Untuk memperingati HUT ke-470 kota Majene dan HUT ke-70 RI, Pemerintah Kota Majene pun mengadakan Festival Sandeq.
Belasan pelaut ulung dari berbagai kecamatan di Majene adu kemampuan berlayar untuk menaklukkan angin dalam festival tahunan ini. Pembukaan Festival Sandeq yang selalu menyedot perhatian dan minat wisatawan ini ditandai dengan suara tembakan di Pantai Labuang, Majene, Minggu (16/8/2015).
Meski rute yang ditempuh perahu bercadik itu hanya sepanjang tepian Pantai Majene, ini tak mengurangi antuasiasme para wisatawan menyaksikan para pelaut ulung itu dalam bertarung merebutkan Piala Pemda Majene itu.
Perahu sandeq selama ini kerap dianggap sebagai perahu tradisonal tercepat yang pernah ada di Austronesia, bahkan disebut sebagai yang tercepat di dunia. Kecepatannya bisa mencapai 15 sampai 29 knot. Peneliti maritim asal Jerman Horst H Liebner, menemukan bahwa perahu sandeq memiliki ketangguhan dalam menghadapi angin dan gelombang saat mengarungi laut lepas. (Baca juga: Mengenal Perahu Tercepat Sedunia: Sandeq!)
Tak heran jika perahu ini pernah dipilih untuk mewakili Indonesia di ajang Tonnerres Les Spektakuler de Brest Festival 2012 di Bretagne, Perancis. Sebanyak 12 orang berlayar menggunakan perahu sandeq, bergabung dengan 2.500 kapal layar dari seluruh dunia, pada 13-19 Juli 2012 silam.
Perahu sandeq juga menjadi salah satu aset nasional yang telah dipamerkan di Paris, Perancis. Di museum d’Histoire Naturelle, perahu sandeq dipajang dalam instalasi berjudul “Semangat Mandar”. Desain perahu ini dikabarkan berusia 3.000 tahun, dan menjadi salah satu yang tertua dalam sejarah maritim Indonesia.
Perhelatan sandeq sendiri dimulai sejak 1995 yang dipelopori oleh Horst H Liebner. Hingga kini, acara itu tetap digelar sebagai ajang pariwisata budaya maritim. Festival Sandeq yang terus menarik minat wisatawan lokal dan mancanegara ini telah menjadi salah satu industri pariwisata budaya yang diakui cukup menggerakkan sektor-sektor lainnya, terutama selama acara digelar.
Sayangnya, aset pariwisata kebanggaan masyarakat Sulbar itu terkesan tidak dikelola secara profesional, untuk menarik minat wisatawan lokal maupun asing. Banyak wisatawan asing kerap kecewa lantaran jadwal yang tidak pasti.
Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya dan Pariwisata majene, Abdul Hamid menjelaskan, tujuan festival tahunan ini seharusnya jadi bagian dari upaya melestarikan peradaban Suku Mandar. Festival juga diharapkan dapat mewariskan semangat bahari moyang Suku Mandar, pelaut yang terkenal ulung dan pantang menyerah.
“Sandeq adalah warisan budaya nenek moyang orang Mandar yang terkenal sebagai pelaut ulung dan semangatnya patut diwariskan kepada generasi muda," ujar Abdul Hamid.
0 komentar: